Apa arti berhasil dalam hidup? sebagian orang menjawabnya dengan angka: kekayaan, popularitas, pencapaian akademik, atau pengaruh sosial. Sebagian lain menyebut kebajikan, ketenangan batin, bahkan pengorbanan.
Saya tidak menyangkal semua itu. Tapi bagi saya, keberhasilan sejati bukanlah apa yang terlihat dari luar, bukan yang dipuji atau dirayakan orang lain.
Keberhasilan adalah ketika bisa mati dengan tersenyum.
Bukan karena saya merasa sudah suci, benar, atau lebih baik dari orang lain. Tapi karena saya tahu bahwa saya telah menempuh jalan yang saya yakini. Saya telah jatuh dan bangkit. Saya telah menyakiti dan disakiti. Saya telah salah dan belajar. Tapi saya tidak menyerah. Saya menjalani hidup ini bukan sebagai salinan, tapi sebagai versi utuh dari diri saya sendiri.
Bukan Soal Standar, Tapi Soal Jiwa
Dalam dunia yang penuh standar, “berhasil” sering diukur oleh kriteria luar. Tapi bagi saya, ukuran keberhasilan adalah ketika tidak ada lagi penyesalan saat menutup mata.
Jika hidup ini adalah perjalanan pulang, maka berhasil berarti kembali dengan hati yang damai.
Dalam Cermin Para Pemikir
Aristoteles bicara tentang eudaimonia—kebahagiaan sejati sebagai hidup yang selaras dengan kebajikan.
Nietzsche mengajak kita melampaui moral publik dan menjadi pencipta nilai sendiri.
Viktor Frankl berkata bahwa makna hidup ditemukan, bukan diciptakan.
Tapi saya katakan:
Semua itu akan menjadi kabur, jika akhirnya kita mati dengan dada yang penuh sesal dan mata yang menangis dalam hati.
Keberhasilan Bukan tentang “Apa”, Tapi tentang “Bagaimana”
Saya tidak tahu apakah orang akan mengingat nama saya. Tapi saya ingin tahu bahwa saya telah:
- Menyentuh hidup orang lain, meski sedikit.
- Jujur terhadap keyakinan dan perjuangan saya sendiri.
- Tidak lari dari luka, tidak kabur dari beban.
Itulah kenapa saya berkata:
Berhasil bukan tentang menang. Tapi tentang selesai.
Dan saya ingin selesai dengan senyum, bukan tangis.
Suatu hari nanti, tubuh ini akan diam. Tapi sebelum itu terjadi, saya ingin berjalan sejauh yang saya bisa, memberi selama saya mampu, dan hidup seotentik mungkin.
Dan ketika saat itu datang—saya ingin menyambutnya, bukan lari darinya.
Itulah keberhasilan bagi saya: mati dengan tersenyum.